BADUY
·
Asal-usul suku
Baduy
Menurut
kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara
Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Mereka percaya
bahwa Nabi Adam adalah nenek moyangnya. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan
keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik
(mandita) untuk menjaga harmoni dunia. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya
pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor
sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting
dari Kerajaan Sunda. Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang masih mendiami
wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng.
Orang Kanekes
sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-orang
pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan
Djatisunda (1986: 4-5) orang Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan
mandala' (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban
memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama
Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda
atau 'Sunda Asli' atau Sunda Wiwitan (wiwitan=asli, asal, pokok, jati). Oleh
karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan. Raja yang
menjadikan wilayah Baduy sebagai mandala adalah Rakeyan
Darmasiksa.
·
Religi
(keagamaan)
Kepercayaan
masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada
arwah nenek moyang (animisme) yang pada
perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Buddha, Hindu.
Isi
terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep
"tanpa perubahan apa pun", atau perubahan sesedikit mungkin:
Lojor heunteu
beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak
bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung).
·
Wilayah
Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak,
Rangkasbitung-Banten
·
Bahasa
Baduy Dialek (Sunda)
·
Jumlah Populasi
5.000-8.000
·
Kelompok Masyarakat
Suku Baduy dibagi kedalam 3 kelompok:
1.
Tangtu
Tangtu atau Baduy dalam yang paling ketat atau taat
kepada peraturan adat yang ada atau berlaku. Baduy dalam terdapat 3 wilayah;
Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik. Mereka berciri khas menggunakan pakaian putih
atau biru tua dan memakai ikat kepala putih. Mereka juga dilarang bertemu
dengan orang asing, mereka masih kental dengan keadaan yang ada.
2.
Panamping
Panamping atau Baduy luar sudah mengenal budaya luar
dan menerima kemajuaan teknologi dan kehidupan modern. Mereka yang
tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam,
seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya.
Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala
berwarna hitam.
3. Apabila
Kanekes Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Kanekes
Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2
kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).
Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas
pengaruh dari luar.
·
Sistem Pemerintahan
Mereka menggunakan 2 sistem pemerintahan:
1.
Pemerintahan Nasional
Sering disebut Jaro Pamarentah ini adalah sebutan
kepala desa.
2.
Pemerintahan suku adat
Pu’un, kepala adat tertinggi.
·
Mata Pencaharian
Mereka bermata pencaharian bertani dan bercocok tanam.
Biasanya mereka juga mencari buah-buahan dihutan seperti durian, asem kranji
dan madu hutan untuk dijual.
·
Kesenian
1.
Angklung Buhun
2.
Seni Musik (lagu daerah yaitu Cikarileu dan
Kidung / pantun, yang di gunakan dalam acara pernikaha)
3.
Batik
4.
Rendo Pengiring Pantung
5.
Alat musik kecapi
6.
Golog/Bedog
7.
Kujang
8.
Kapak Beliung
9.
Rumah adat suku baduy (berbentuk panggung dan
dinding, atap dan lantainya terbuat dari bambu)
10.
Kerajinan Koja/Jarog (tas terbuat dari kulit
kayu)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar