1.
Teori Wallas
Salah satu teori tradisional yang
sampai sekarang banyak dikutip ialah teori Wallas yang dikemukakan dalam buku
“The Art of Thought” yang menyatakan bahwa proses
kreatif meliputi 4 tahap, yaitu:
1
Tahap
Persiapan, mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan mengumpulkan data
atau informasi, mempelajari pola berpikir dari orang lain, bertanya kepada
orang lain, mencari jawaban, dan lain-lain.
2
Tahap
Inkubasi, pada tahap ini pengumpulan informasi dihentikan, individu melepaskan
diri untuk sementara dalam masalah tersebut. Ia tidak memikirkan masalah
tersebut secara sadar, tetapi “mengeramkannya’ dalam alam pra sadar.
3
Tahap
Iluminasi, tahap ini merupakan tahap timbulnya “insight” atau “Aha Erlebnis”,
saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru.
4
Tahap
Verifikasi, tahap ini merupakan tahap pengujian ide atau kreasi baru tersebut
terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Proses
divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti proses konvergensi (pemikiran
kritis).
2. Menurut Abraham Maslow (1908-1970)
pendukung utama darim teori humanistik, manusia mempunyai
naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan ini harus
dipenuhi dalam urutan hierarki seperti kebutuhan primitif muncul pada saat
lahir dan kebutuhan tinggi berkembang sebagai proses pematangan individu.
Kebutuhan-kebutuhan itu, diwujudkan Maslow sebagai hirarki kebutuhan manusia,
dari yang terendah hingga yang tertinggi.\Kebutuhan
tersebut adalah:
1. Kebutuhan
fisik/biologis
2. Kebutuhan
akan rasa aman
3. Kebutuhan
akan rasa dimiliki (sense of belonging) dan cinta
4. Kebutuhan
akan penghagaan dan harga diri
5. Kebutuhan
aktualisasi / perwujudan diri
Kebutuhan-kebutuhan tersebut mempunyai urutan hierarki. Keempat
Kebutuhan pertama disebut kebutuhan “deficiency”. Kedua Kebutuhan berikutnya
(aktualisasi diri dan estetik atau transendentasi) disebut kebutuhan
“being”. Proses perwujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas.
Bila bebas dari neurosis, orang yang mewujudkan dirinya mampu memusatkan
dirinya pada yang hakiki. Mereka mencapai “peak experience” saat
mendapat kilasan ilham (flash of insight).
3. Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi
internal dari pribadi yang kreatif, yaitu:
1.
Keterbukaan terhadap pengalaman
2.
Kemampuan untuk menilai situasi patokan pribadi
seseorang (internal locus of evaluation)
3.
Kemampuan untuk bereksperimen, untuk “bermain” dengan
konsep-konsep.
Apabila seseorang memiliki ketiga cirri ini maka kesehatan psikologis
sangat baik. Orang tersebut diatas akan berfungsi sepenuhnya menghasilkan
karya-karya kreatif, dan hidup secara kreatif. Ketiga cirri atau kondisi
tersebut uga merupakan dorongan dari dalam (internal press) untuk kreasi.